Kabupaten Klaten yang dikenal sebagai kota berseri memiliki nilai sejarah Klaten yang religius. Wilayah ini memiliki banyak candi pemujaan Hindu dan Buddha, namun juga kental dengan sejarah penyebaran agama Islam. Berikut ringkasan mengenai sejarah kota penangkaran burung Nasionalnya.
Asal Muasal Nama Klaten
Mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah ini bersuku Jawa, dengan beberapa suku perantau. Wilayah yang juga dikenal dengan kuliner Klaten yang khas ini memiliki tiga versi untuk asal-usul namanya. Tiga versi ini dirangkum sebagai berikut:
1. Klaten Bermakna Buah Bibir
Dalam asal muasal nama Klaten versi pertama adalah Klaten merupakan asimilasi dari kata Kelati. Kata tersebut memiliki arti buah bibir. Sejak masa lampau, Klaten sudah terkenal sebagai daerah yang subur.
Hingga kini Klaten masih terkenal sebagai sebuah wilayah yang masih asri, subur, dan banyak tempat wisata edukasi yang alami.
2. Klaten Bermakna Gundukan Bumi ke Langit
Sebagai wilayah yang masyhur dan indah dengan bangunan yang mengagumkan, nama Klaten dikenal hingga mancanegara. Bahkan kekaisaran Dinasti Tang di Cina mengenal nama wilayah Klaten.
Catatan kuno yang berasal dari Dinasti Tang menjelaskan asal-usul nama Klaten. Berasal dari kata Kela artinya gundukan dari Bumi dan Tian artinya langit, Klaten berarti gundukan tanah yang dipakai menghormati langit.
Gundukan tersebut merujuk pada candi yang dipakai masyarakat untuk beribadah. Banyaknya candi di Klaten membuat wilayah ini dikenal sebagai ‘Pegunungan Seribu’. Di wilayahnya sendiri, Klaten dikenal sebagai ‘Kota Seribu Candi’.
3. Klaten Bermakna Melati
Untuk versi yang kedua menjelaskan bahwa Klaten berawal dari kata Melati. Pengucapan Melati berubah menjadi Klati, kemudian menjadi Klaten. Melati sendiri merupakan nama Kyai yang konon hidup hingga usia 560 tahun.
Nama lengkap kyai tersebut adalah Kyai Melati Sekolekan. Beliau datang ke wilayah Klaten yang dulu masih hutan belantara. Maka, beliau dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya Klaten.
Kisah lainnya adalah Kyai Melati dan istrinya merupakan abdi dalem Keraton Mataram yang ditugaskan untuk mengumpulkan bunga Melati dan Buah Joho. Hal itu membuat mereka mencari wilayah yang bisa dipakai untuk bercocok tanam dan dipilihlah wilayah yang kini menjadi Klaten.
Hari Jadi Klaten
Pada zaman peradaban Jawa dan Nusantara, Klaten merupakan kota metropolis yang dikenal banyak orang. Salah satunya karena Klaten adalah ibukota dari Mataram Kuno, setelah ditaklukan oleh Dinasti Syailendra.
Tidak ada tahun yang pasti yang menunjukkan kapan wilayah Klaten berdiri. Namun, sebagai penanda hari jadi atau Hari Ulang Tahun Klaten, pemerintah menetapkan tanggal 28 Juli 1804. Hal tersebut merujuk pada berdirinya Benteng Klaten di masa kepemimpinan Sunan Pakubuwana IV.
Sebagai daerah yang kini menjadi pemerintahan daerah otonom, hari jadi tersebut diresmikan oleh peraturan daerah pada tahun 2007.
Agama dan Leluhur Masyarakat Klaten
Mengulas tentang sejarah Klaten tidak akan terpisahkan dengan bangunan-bangunan bersejarah seperti candi-candi hindu, candi-candi Buddha, dan bangunan kuno lainnya. Agama yang dianut masyarakatnya dahulu mulai dari Hindu Siwa, Buddha Mahayana dan Buddha Whuning, atau biasa disebut Buddha Jawa.
Ada tiga kelompok masyarakat yang dipercaya sebagai leluhur yang membangun peradaban Klaten. Kelompok itu adalah:
- Masyarakat keturunan Kie Seng Dhang dan Sambadra
- Masyarakat keturunan Tamil Chola dari India Selatan.
- Masyarakat keturunan Kerajaan Khusana dari India Utara.
Demikian penjelasan mengenai sejarah Klaten yang dikenal sebagai kota seribu candi. Wilayah yang masih asri dan subur hingga kini menjadi salah satu wilayah yang memiliki sejarah yang masyhur.